Pengertian Sistem Ekonomi
Istilah “system” berasal dari kata “systema” yang berasal dari bahasa “yunani”, yang dapat diartikan sebagai: Keseluruhan yang terdiri dari macam – macam bagian.
Pengertian system ekonomi
Ialah mencakup seluruh proses dan kegiatan masyarakat dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup atau mencapai kemakmuran. Berbagai permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh semua Negara di dunia, hanya dapat diselesaikan berdasarkan system ekonomi yang dianut oleh masing – masing Negara. System ekonomi merupakan perpaduan dari aturan – aturan atau cara – cara yang menjadi satu kesatuan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam perekonomian.
• Tujuan system ekonomi
Tujuan system ekonomi suatu Negara pada umumnya meliputi empat tugas pokok yakni:
1. Menentukan apa, berapa banyak dan bagaimana produk – produk dan jasa – jasa yang di butuhkan akan dihasilkan.
2. Mengalokasikan produk nasional bruto (PNB) untuk konsumsi rumah tangga, konsumsi masyarakat, penggantian stok modal, investasi.
3. Mendistribusikan pendapatan nasional (PN), diantaranya anggota masyarakat: sebagai upah atau gajih, keuntungan perusahaan, bunga dan sewa.
4. Memelihara dan meningkatkan hubungan ekonomi dengan luar negeri.
• Macam – macam sistem ekonomi
Sistem ekonomi sebagai solusi dari permasalahan ekonomi yang terjadi dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1. Sistem ekonomi tradisional
Sistem ekonomi tradisional merupakan sistem ekonomi yang diterapkan oleh masyarakat tradisonal secara turun temurun dengan hanya mengandalkan alam dan tenaga kerja.
2. Sistem ekonomi pasar
Sistem ekonomi pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana seluruh kegiatan ekonomi mulali dari produksi, distribusi dan konsumsi diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar.
3. Sistem ekonomi komando
Sistem ekonomi komando adalah sistem ekonomi dimana peran pemerintahan sangat dominan dan berpengaruh dalam mengendalikan perekonomian. Pada sistem ini pemerintahan menentukan barang dan jasa apa yang akan diproduksi, dengan cara atau metode bagaimana barang tersebut diproduksi, serta untuk siapa barang tersebut diproduksi.
4. Sistem ekonomi campuran
Sistem ekonomi campuran merupakan dari sistem ekonomi pasar dan terpusat, dimana pemerintahan dan swasta saling berinteraksi dalam memecahkan masalah ekonomi.
Secara umum saat ini hampir tidak ada negara yang murni melaksanakan sistem ekonomi terpusat maupun pasar, yang ada adalah kecenderungan terhadap ekonomi pasar. Kebanyakan negara – negara menerapkan sistem ekonomi campuran.
Sejarah Sistem Ekonomi Indonesia
Pola dan proses dinamika pembangunan ekonomi dipengaruhi oleh:
1. Faktor internal: kondisi fisik (iklim), lokasi gografis, jumlah dan kualitas sumber daya alam, sumber daya manusia, kondisi awal ekonomi, sosial dan budaya, sistem politik, dan peran pemerintahan dalam pembangunan.
2. Faktor eksternal: perkembangan teknologi, kondisi perekonomian dan politik dunia, dan keamanan global.
Pemerintahan Pada Orde Lama
Kondisi politik:
• Indonesia menghadapi dua perang besar dengan belanda.
• Gejolak politik dalam negeri dan beberapa pemberontakan.
• Manajemen ekonomi makro yang buruk.
Kondisi ekonomi tidak menguntungkan:
• Selama dekade 1950an, pertumbuhan ekonomi rata – rata 7%.
• Periode 1960 – 1966, pertumbuhan ekonomi 1,9% dan stagflasi (high rate of unemployment and inflation).
• Periode 1955 – 1965, rata – rata pendapatan pemerintahan Rp 151 juta dan pengeluaran Rp 359juta.
• Produksi sector pertanian dan perindustrian sangat rendah sebagai akibat dari kurangnya kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung.
• Jumlah uang yang beredar berlebihan, sehingga terjadi inflasi.
Pemerintahan Pada Orde Baru
Pemerintahan mengarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan sosial. Pemerintahan meninggalkan idiologi komunis dan menjalin hubungan dengan negara barat dan menjadi anggota PBB, IMF, dan Bank Dunia.
Kondisi perekonomian indonesia:
• Ketidak mampuan pembayaran hutang LN US $32 milyar.
• Penerimaan ekspor hanya setengan dari pengeluaran untuk impor.
• Pengendalian anggaran belangja dan pemungutan pajak yang tidak berdaya.
• Inflasi 30 – 50 persen per bulan.
• Kondisi prasarana perekonomian yang buruk.
• Kapasitas produksi sektor industri dan ekspor menurun.
Prioritas kebijakan ekonomi:
• Memerangi hiperinflasi.
• Mencakup persediaan pangan (beras).
• Merehabilitasi prasarana perekoomian.
• Peningkatan ekspor.
• Penyediaan lapangan kerja.
• Mengundang investor asing.
Pemerintahan Transisi (Habibie)
• Tanggal 14 dan 15 Mei 1997, kurs bath terhadap US$ mengalami penurunan (depresiasi) sebagai akibat dari keputusan jual dari para investor yang tidak percaya lagi thd prospek ekonomi Thailand dalam jangka pendek. Pemerintah Thailand mengintervensi dan didukung oleh bank sentral singapora, tapi tidak mampu menstabilkan kurs Bath, sehingga bank sentral Thailand mengumumkan kurs bath diserahkan pada mekanisme pasar.
• 2 Juli 1997, penurunan nilai kurs bath terhadap US$ antara 15% – 20%.Bulan Juli 1997, krisis melanda Indonesia (kurs dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.650.) BI mengintervensi, namun tidak mampu sampai bulan maret 1998 kurs melemah sampai Rp 10.550 dan bahkan menembus angka Rp 11.000/US$.
Langkah konkrit untuk mengatasi krisis:
• Penundaan proyek Rp 39 trilyun untuk mengimbangi keterbatasan anggaran Negara.
• BI melakukan intervensi ke bursa valas.
• Meminta bantuan IMF dengan memperoleh paket bantuan keuangan US$ 23 Milyar pada bulan Nopember 1997.
• Mencabut ijin usaha 16 bank swasta yang tidak sehat .
Januari 1998 pemerintah Indonesia menandatangani nota kesepakatan (LOI) dengan IMF yang mencakup 50 butir kebijakan yang mencakup:
• Kebijakan ekonomi makro (fiscal dan moneter) mencakup: penggunaan prinsip anggaran berimbang; pengurangan pengeluaran pemerintah seperti pengurangan subsidi BBM dan listrik; pembatalan proyek besar; dan peningkatan pendapatan pemerintah dengan mencabut semua fasilitas perpajakan, penangguhan PPN, pengenaan pajak tambahan terhadap bensin, memperbaiki audit PPN, dan memperbanyak obyek pajak.
• Restrukturisasi sektor keuangan
• Reformasi struktural
Bantuan gagal diberikan, karena pemerintah Indonesia tidak melaksanakan kesepakatan dengan IMF yang telah ditandatangani.
Indonesia tidak mempunyai pilihan kecuali harus bekerja sama dengan IMF. Kesepakatan baru dicapai bulan April 1998 dengan nama “Memorandum Tambahan mengenai Kebijaksanaan Ekonomi Keuangan” yang merupakan kelanjutan, pelengkapan dan modifikasi 50 butir kesepakatan. Tambahan dalam kesepakatan baru ini mencakup:
• Program stabilisasi perbankan untuk stabilisasi pasar uang dan mencegah hiperinflasi.
• Restrukturisasi perbankan untuk penyehatan system perbankan nasional.
• Reformasi structural.
• Penyelesaian utang luar negeri dari pihak swasta.
• Bantuan untuk masyarakat ekonomi lemah.
Pemerintahan Reformasi (Abdurrahman Wahid)
Mulai pertengahan tahun 1999.
Target:
• Memulihkan perekonomian nasional sesuai dengan harapan masyarakat dan investor.
• Menuntaskan masalah KKN.
• Menegakkan supremasi hokum.
• Penegakkan hak asasi manusia.
• Pengurangan peranan ABRI dalam politik.
• Memperkuat NKRI (Penyelesaian disintegrasi bangsa).
Kondisi:
• Pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi positif (mendekati 0).
• Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi 5%.
• Kondisi moneter stabil ( inflasi dan suku bunga rendah).
• Tahun 2001, pelaku bisnis dan masyarakat kurang percaya kepada pemerintahan sebagai akibat dari pernyataan presiden yang controversial, KKN, dictator, dan perseteruan dengan DPR.
• Bulan maret 2000, cadangan devisa menurun dari US$ 29 milyar menjadi US$ 28,875 milyar .
• Hubungan dengan IMF menjadi tidak baik sebagai akibat dari: penundaan pelaksanaan amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia; penerapan otonomi daerah (terutama kebebasan untuk hutang pemerintah daerah dari LN); dan revisi APBN 2001.
• Tahun 2001, pertumbuhan ekonomi cenderung negative, IHSG merosot lebih dari 300 poin, dan nilai tukar rupiah melemah dari Rp 7000 menjadi Rp 10.000 per US$.
Pemerintahan Gotong Royong (Megawati S)
Mulai pertangahan 2001 dengan kondisi:
• SBI 17%.
• Bunga deposito 18%.
• Inflasi periode Juli – Juli 2001 13,5% dengan asumsi inflasi 9,4% setelah dilakukan revisi APBN.
• Pertumbuhan PDB 2002 sebesar 3,66% dibawah target 4% sebagai akibat dari kurang berkembangnya investasi swasta (PMDN dan PMA)., ketidakstabilan politik, dan belum ada kepastian hokum.
Berdasarkan pengalaman sejarah indonesia sejak era kemerdekaan sampai sekarang panjang gelombang tersebut dapat dikategorikan dalam gelombang jangka pendek (tujuh tahunnan) dan gelombang jangka panjang (35 tahunnan). Gelombang jangka pendek tujuh tahunnan dapat diringkas sebagai berikut:
1945 – 1954 Ekonomi Perang
1952 – 1957 Pembangunnan Ekonomi Nasional
1959 – 1966 Ekonomi Komando
1966 – 1973 Demokrasi Ekonomi
1973 – 1980 Ekonomi Minyak
1980 – 1987 Ekonomi keprihatinnan
1987 – 1994 Ekonomi konglomersi
1994 – 2001 Ekonomi kerakyatan
Masing – masing tahap dalam siklus tersebut telah di tandai dengan ciri – ciri khusus yang tidak terdapat pada periode sebelum dan sesudahnya.
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_3/artikel_4.htm
oleh Quantum Enterprise pada Desember 8, 2009
Drs. Wahyu Hidayat R, M.M
No comments:
Post a Comment