Standar Khusus Akuntansi untuk Asuransi Kerugian merupakan standar akuntansi kedua yang khusus mengatur jenis badan usaha tertentu setelah dikeluarkannya. Standar Khusus Akuntansi untuk Koperasi. Standar Khusus ini disusun atas dasar kerja sama antara Ikatan Akuntan Indonesia dan PT. Asuransi Jasa Indonesia.
Asuransi sebagai suatu sistem proteksi atas risiko yang dihadapi masyarakat dari kerugian yang bersifat finansial, membutuhkan profesionalisme dari perusahaan asuransi yang mengelolanya. Yaitu dengan menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat.
Peranan asuransi dalam pembangunan nasional tidak hanya dapat dilihat dari jumlah dana yang dapat di"himpun" dari masyarakat, tetapi juga dari banyaknya pembayaran klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.
Industri Asuransi Indonesia dalam tahun 1983 sampai dengan 1985 mengalami kesulitan karena antara lain:
- Menderita kerugian yang cukup besar karena hasil underwriting tidak memadai
bahkan minus.
- Stabilitas keuangan perusahaan asuransi tidak terjamin.
- Di dalam pasar reasuransi internasional tidak mempunyai reputasi yang cukup
baik.
Untuk meningkatkan reputasi industri asuransi Indonesia, diperlukan:
- Peningkatan mutu produk dan pasar
- Adanya accounting standard yang berlaku di dalam industri asuransi.
Perusahaan asuransi di Indonesia relatif mengalami kelambatan dalam perkembangan permodalan. Hal ini disebabkan berbagai keadaan yang belum memadai untuk memungkinkan pengembangan permodalan tersebut.
Dengan adanya suatu Accounting Standard maka perhitungan hasil usaha menjadi lebih jelas, adanya suatu accounting standard akan memberikan value added bagi industri asuransi dan masyarakat yang akan memberikan dampak positip terhadap pembangunan nasional.
AKUNTANSI ASURANSI
Asuransi kerugian pada hakekatnya adalah suatu sistem proteksi menghadapi risiko kerugian finansial, dengan cara pengalihan (transfer) risiko kepada pihak lain, baik secara perorangan maupun secara kelompok dalam masyarakat.
Dasar usaha asuransi adalah kepercayaan masyarakat, terutama dalam hal kemampuan keuangan (bonafiditas) perusahaan untuk memenuhi kewajiban klaim dan kewajiban lain-lain tepat pada waktunya. Untuk itu usaha asuransi harus dikelola secara profesional, baik dalam pengelolaan risiko maupun dalam pengelolaan keuangan.
Beberapa karakteristik dari akuntansi perusahaan asuransi kerugian antara lain:
- Penentuan beban tidak dapat sepenuhnya dihubungkan dengan pendapatan premi, karena timbulnya beban klaim tidak selalu bersamaan dengan pengakuan pendapatan premix.
- Laporan laba rugi sangat dipengaruhi oleh unsur estimasi, misalnya: estimasi mengenai besarnya premi yang belum merupakan pendapatan (unearned premium income) dan estimasi mengenai besarnya klaim yang menjadi beban pada periode berjalan (estimasi klaim tanggungan sendiri).
- Perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan pemerintah dalam hal batas tingkat solvabilitas (solvency margin).
Untuk lebih lengkap dari isi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 28 AKUNTANSI ASURANSI KERUGIAN bisa klik di sini >> http://bloggerborneo.com/softcopy-psak/
Sedangkan mengenai diberlakukannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang konvergen dengan International Financial Reporting Standards (IFRS) secara penuh pada tahun 2012.
Latar belakang kovergensi PSAK – IFRS,
** Sebuah manajemen entitas diwajibkan untuk menyusun laporan pertanggungjawaban atas kegiatan keuangannya. Laporan ini akan memberikan informasi kepada berbagai pihak, laporan inilah yang kita kenal dengan laporan keuangan. Jenis laporan keuangan ini diantaranya adalah neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan laporan perubahan modal serta catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut haruslah menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi sehingga informasinya dapat digunakan untuk mengambil berbagai keputusan yang strategis.
Untuk mendapatkan laporan keuangan yang standar dalam kualitas maka ditetapkanlah PSAK. Oleh karena ini dapat dikatakan bahwa PSAK adalah kebijakan umum yang dipergunakan untuk menyusun laporan keuangan pada semua entitas yang sejenis. aturan dalam PSAK ini dibuat berdasar kepada biaya historis (historical cost) yang banyak mengacu kepada US GAAP (United States General Accepted Accounting Principles).
Karena informasinya berbasis kepada data masa lalu saja, maka dunia akuntansi kemudian mencoba menghadirkan laporan keuangan yang berbasiskan kepada informasi terkini yang kemudian kita kenal dengan fair value. Untuk mendapatkan laporan keuangan yang standar maka Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan kemudian direvisi sesuai dengan ketentuan pengukuran dan penilaian berdasarkan nilai terkini seperti yang dianut oleh International Financial Reporting Standards (IFRS) **
28 PSAK disusun dengan mengacu kepada IAS/IFRS, 20 PSAK dikembangkan dengan mengacu kepada prinsip akuntansi Amerika Serikat, 8 PSAK dikembangkan sendiri oleh IAI, dan 1 PSAK tentang perbankan syari’ah mengacu kepada standar akuntansi yang diterbitkan oleh AAOIFI serta peraturan-peraturan terkait yang berlaku di Indonesia.
Keputusan DSAK saat ini adalah mendekatkan PSAK dengan IAS/IFRS dengan membuat dua strategi:
1. Strategi selektif. Strategi ini dilakukan dengan tiga target yaitu; mengidentifikasi standar-standar yang paling penting untuk diadopsi seluruhnya dan menentukan batas waktu penerapan standar yang diadopsi, melakukan adopsi standar selebihnya yang belum diadopsi sambil merevisi standar yang telah ada, dan target terakhir adalah melakukan konvergensi proses penyusunan standar dengan IASB.
2. Strategi dual standard. Strategi ini dilakukan dengan menerjemahkan seluruh IFRS sekaligus dan menetapkan waktu penerapannya bagi listed companies. Sedangkan bagi non listed companies tetap menggunakan PSAK yang telah ada.
Dalam penerapan kedua strategi tsb harus mempertimbangkan lima hal:
• Konvergensi standar dan proses konvergensi itu sendiri. Hal ini perlu dipertimbangkan karena DSAK belum memutuskan kapan melakukan konvergensi.
• Ketersediaan dana untuk penerjemahan standar.
• Ketersediaan sumber daya manusia.
• Ketentuan perundang-undangan di Indonesia.
• Sosialisasi standar dan peluang moral hazards dalam penyusunan laporan keuangan.
Hambatan
Terdapat beberapa hambatan yang masih dihadapi:
– Masih adanya ketidaksesuaian standar di beberapa negara dengan ketentuan IFRS yang signifikan (seperti aturan tentang instrumen keuangan dan standar pengukuran berdasar fair value accounting)
– Masih terdapat perbedaan kepentingan antara IFRS yang berorientasi pada capital market dengan standar akuntansi negara-negara yang berorientasi pada ketentuan perpajakan (tax-driven)
– Berbagai aturan yang kompleks dalam IFRS dianggap sebagai hambatan bagi sebagian negara untuk melakukan konvergensi.
– Masih terdapat gap yang cukup besar antara IFRS dengan standar akuntansi nasional yang diterapkan untuk perusahaan kecil dan menengah (UKM)
Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards mencakup:
International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001
Perbandingan IFRS dan PSAK
IFRS
• S/d status 2006, terdiri 37 standar dan 20 interpretasi:
– 7 new standards IFRS
– 30 standar IAS
– 9 new Interpretation (IFRIC)
– 11 Interpretasi (SIC)
• Dimulai sejak 1974 (IAS)
• Lebih merupakan standar umum, hanya ada 4 standar khusus industri
PSAK
• S/d status 2006, PSAK s/d 2006, terdiri dari 59 standar dan 6 interpretasi, umumnya diadopsi dari IAS, namun beberapa menggunakan referensi SFAS.
• Dikembangkan sejak 1994 (PAI)
• Ada banyak standar khusus industri (15 standar)
PERBEDAAN DENGAN IFRS ED PSAK 62 (revisi 2010):
Kontrak Asuransi mengadopsiseluruh pengaturan dalam IFRS 4 Insurance Contract per Januari 2009, kecuali:
1. IFRS 4 paragraf 21 mengenai penerapan pertama kali SAK, hal ini tidak relevan diIndonesia.
2. IFRS 4 paragraf 40 mengenai adopsi pertama kali SAK, hal ini tidak relevan diIndonesia.
3. IFRS 4 paragraf 41 mengenai tanggal efektif. Tanggal efektif IFRS 4 adalah 1 Januari2005 dan mengizinkan penerapan dini, sedangkan tanggal efektif PSAK 62 adalahuntuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2012 dan tidak mengizinkan penerapan dini.
4. IFRS 4 paragraf 41A terkait kontrak jaminan keuangan yang merupakan amandemen IAS 39 dan IFRS 4 pada Agustus 2005, sehingga hal ini tidak relevan jika diterapkan di Indonesia.
5. IFRS 4 paragraf 41B terkait amandemen IAS 1 Presentation of Financial Statements yang mengubah terminologi yang digunakan dalam IFRSs, karena IAS 1 yang diadopsi menjadi PSAK 1
Monday, April 30, 2012
Pengaruh Asuransi Terhadap IFRS
Thursday, March 29, 2012
KUALITAS AUDIT DAN HUBUNGANNYA DENGAN AUDITOR
Istilah "kualitas audit" mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap orang. Para pengguna laporan keuangan berpendapat bahwa kualitas audit yang dimaksud terjadi jika auditor dapat memberikan jaminan bahwa tidak ada salah saji yang material (no material misstatements) atau kecurangan (fraud) dalam laporan keuangan audite. Auditor sendiri memandang kualitas audit terjadi apabila mereka bekerja sesuai standar profesional yang ada, dapat menilai resiko bisnis audit dengan tujuan untuk meminimalisasi resiko litigasi, dapat meminimalisasi ketidakpuasan audit dan menjaga kerusakan reputasiauditor.
De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Probabilitas penemuan suatu pelanggaran tergantung pada kemampuan teknikal auditor dan independensi auditor tersebut. Beberapa penelitian seperti De Angelo (1981); Goldman & Barlev (1974); Nichols & Price (1976) umumnya mengasumsikan bahwa auditor dengan kemampuannya akan dapat menemukan suatu pelanggaran dan kuncinya adalah auditor tersebut harus independen. Tetapi tanpa informasi tentang kemampuan teknik (seperti pengalaman audit, pendidikan, profesionalisme, dan struktur audit perusahaan), kapabilitas dan independensi akan sulit dipisahkan. Ukuran perusahaan audit menurut Deis & Giroux (1992) diukur dari jumlah klien dan prosentase dari audit fees dalam usaha mempertahankan kliennya untuk tidak berpindah pada perusahaan audit yang lain.
Beberapa penelitian di Amerika dan Australia menyebutkan bahwa adanya hubungan antara kualitas audit dengan ukuran perusahaan audit. Hubungan tersebut terjadi dalam kaitannya dengan reputasi perusahaan audit tersebut. Beberapa penelitian tersebut menyebutkan bahwa:
1. DeAngelo (1981) berargumentasi bahwa kualitas audit secara langsung berhubungan dengan ukuran dari perusahaan audit, dengan proksi untuk ukuran perusahaan audit adalah jumlah klien. Perusahaan audit yang besar adalah dengan jumlah klien yang lebih banyak. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan audit yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan audit yang kecil. Karena perusahaan audit yang besar jika tidak memberikan kualitas audit yang tinggi akan kehilangan reputasinya, dan jika ini terjadi maka dia akan mengalami kerugian yang lebih besar dari pada kehilangan klien
2. Libby (1979) melaporkan bukti bahwa bank loan officers menganggap bahwa adanya perbedaan dalam reputasi dari accounting firms, dia membedakan antara the big eight group dan non the big eight.
3. Shockley (1981) mengindikasikan bahwa persepsi dari independen auditor secara signifikan berbeda antara perusahaan audit yang besar dan kecil.
4. Lennox (1999), menyatakan bahwa perusahaan audit yang besar lebih mampu menangkap signal akan penyelewengan keuangan yang terjadi dan mengungkapkannya dalam pendapat audit mereka.
5. Dye (1993) Auditor yang mempunyai kekayaan atau asset yang lebih besar mempunyai dorongan untuk menghasilkan laporan audit yang lebih akurat dibandingkan dengan auditor dengan kekayaan yang lebih sedikit. Auditor yang memiliki kekayaan lebih besar (deeper pockets) adalah audit size firms yang besar
Dari beberapa hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa adanya hubungan yang positip antara auditor size dan audit quality, dimana Auditor size dari beberapa penelitian tersebut dinyatakan sebagai auditor yang memiliki klien yang lebih banyak dan mempunyai kekayaan yang lebih besar (deeper pockets) dan berkaitan dengan reputasi auditor tersebut. Di Indonesia, hubungan antara kualitas audit dengan ukuran perusahaan audit (KAP) belum dapat dilihat dengan jelas, selain belum ada penelitian yang dilakukan juga pasar untuk perusahaan audit belum mencerminkan pasar yang kompetitif. Pada sektor publik, audit biasanya dilakukan oleh BPKP, audit akan dilakukan oleh perusahaan audit (KAP), jika pemeriksaan tersebut diminta oleh BPKP. Sehingga pada sektor publik ini di Indonesia masih belum mencerminkan adanya hubungan antara kualitas audit tersebut dengan Kantor Akuntan Publik (KAP).
Read More......Sunday, January 8, 2012
softskil etika profesi akuntansi 3
- Mengapa suatu profesi perlu etika? Jelaskan pendapat saudara!
Karena dengan etika dalam profesi anda bisa mendapat kepercayaan dan disenangi oleh masyarakat karena etika memang sering kita pelajari tapi dari sekian banyak orang belum tentu orang tersebut dapat melakukan atau beretika secara langsung dalam profesi.
2. Jelaskan 4 kebutuhan dasar yang harus dipenuhi suatu profesi? dan berilah contohnya masing-masing!
a. Profesionalisme.
Contohnya; jika ada masalah antara kekeluargaan maka tidak akan di bawa atau di sangkut pautkan dalam urusan kantor
b. Skill atau keahlian.
Contohnya; seseorang yang akuntan harus mempunyai keahlian di bidang akuntansi
c. Kepercayaan
Contohnya;memberikan kepercayaan kepada karyawan atau pekerja agar dapat menjalakan kerjanya bersama sama.
d. Kualitas
Contohnya; memberikan pelyanan yang bagus dan memuaskan untuk pelayanan k0onsumen.
Read More......Sunday, November 27, 2011
tugas SOFSKIL ETIKA PROFESI 2
1. Berilah contoh penerapan etika dalam dunia bisnis di era perdagangan bebas saat ini? Min 5!
2. Bagaimana pendapat saudara terhadap pernyataan-pernyataan “kompetisi adalah konsep, mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya” ?
3. Sebutkan contoh penerapan dari prinsip-prinsip GCG pada BUMN? Min 2 contoh tiap masih-masing prinsip!
Jawaban:
1. Contoh Penerapan Etika dalam BISNIS :- Dalam suatu perusahaan perusahaan diwajibkan membayar gaji karyawan sesuai dengan perjanjian masing masing.
- Dalam melakukan usaha diharuskan bersaing secara sehat dan bersikap profesional agar tercipta usaha yang terbaik.
- Setiap perusahaan agar selalu menjaga lingkungannya agar tidak adanya perusakan lingkungan.
- Setiap orang dalam berbisnis diwajibkan mentaati peraturan peraturan yang berlaku disetiap negara.
- Perusahaan di wajibkan bertindak atas karyawan atau pekerja yang melanggar aturan perusahaan.
3.
1) Transparansi
Contoh :
a. sebagai bentuk transparansi laporan ke publik, BNI juga mendapat penghargaan kategori BUMN Financial Listed dengan Laporan Tahunan terbaik.
b. Masalah seleksi (rekruitment) organ BUMN seringkali dilakukan secara tertutup, beraroma kolusi dan nepotisme yang menandakan bahwa tidak adanya transparansi dalam rekrutmen pejabat BUMN
2) Pengungkapan
Contoh :
a. Melaporkan hasil kinerja perusahaan secara berkala dan berkesinambungan melalui laporan keuangan perusahaan public yang telah diinformasikan kepada masyarakat
b. Menginformasikan kepada public tentang informasi tentang perusahaan yang telah diperiksa oleh auditor internal dan auditor independent
3) Kewajaran
Contoh :
a. Adil dalam pembagian deviden/keuntungan saham perusahaan sesuai persentase kepemilikan
b. Pengambilan keputusan dilakukan secara demokrasi dan aklamasi para pejabat perusahaan
4) Pertanggungjawaban
Contoh :
a. Setiap karyawan dan para pejabat memiliki pekerjaan atau pertanggungjawaban masing-masing, sehingga tidak diharuskan untuk mencampuri pekerjaan dari divisi yang lain.
b. pertanggungjawaban pengusaha instalasi nuklir dalam RUUK adalah ''pertanggungjawaban absolut''. Artinya, jika terjadi kecelakaan nuklir hanya pengusaha (dalam istilah konvensi-konvensi internasional adalah operator) yang bertanggung jawab. Dikaitkan dengan kecelakaan PLTN, maka pengusaha PLTN itulah yang bertanggung jawab. Pihak korban atau pihak ketiga dibebaskan dari tangung jawab, jika mereka dapat menunjukkan bahwa kerugian yang diderita bersumber dari kecelakaan nuklir.
5) Kemandirian
Contoh :
a. Kasus penjualan kapal tangker oleh PT Pertamina merupakan contoh mengenai kemandirian direksi dalam pengambilan keputusan bisnis yang dianggap tidak tepat sehingga menimbulkan kerugian negara yang mengakibatkan menguntungkan pihak ketiga
b. kasus investasi PT Kereta Api merupakan contoh mengenai kemandirian direksi dalam pengambilan keputusan bisnis yang dianggap tidak tepat sehingga menimbulkan kerugian negara yang mengakibatkan menguntungkan pihak ketiga
6) akuntabilitas
Contoh :
a. proses legislasi yang berlangsung di DPR harus bertanggung jawab dalam manajemen pekerjaan terhadap masyarakatnya.